Lippo Pilih Tak Terjun dalam Pembangunan Rumah Subsidi Terkecil
untuk tidak ambil bagian dalam pembangunan rumah subsidi berukuran 14 meter persegi menarik perhatian banyak pihak.
Di tengah meningkatnya kebutuhan akan hunian terjangkau, langkah ini dinilai cukup berani dan menunjukkan komitmen Lippo terhadap standar kelayakan tempat tinggal.
Pemerintah sebelumnya mencanangkan program rumah subsidi super mini guna menjawab tantangan backlog perumahan nasional, namun mendapat respon beragam dari para pengembang.

Lippo Pilih Tak Terjun dalam Pembangunan Rumah Subsidi Terkecil
Alasan Lippo Tidak Ikut Serta
Lippo Group menjelaskan bahwa keputusan tersebut bukan bentuk penolakan terhadap program subsidi pemerintah, melainkan penegasan terhadap visi perusahaan dalam menghadirkan hunian yang layak huni dan bermartabat. Menurut Lippo, rumah berukuran 14 m² dinilai tidak memenuhi kriteria kelayakan minimum yang mereka pegang. Perusahaan ingin tetap fokus pada pembangunan hunian yang tidak hanya terjangkau, tapi juga nyaman, sehat, dan manusiawi bagi masyarakat.
Kelayakan Hunian Jadi Sorotan
Perdebatan tentang ukuran rumah subsidi ini tidak hanya berlangsung di kalangan pengembang, tetapi juga di kalangan akademisi dan aktivis perumahan. Banyak pihak menilai bahwa hunian 14 meter persegi terlalu sempit untuk kehidupan keluarga, bahkan untuk satu orang dewasa pun dianggap kurang ideal. Standar internasional menyarankan luas minimum hunian sekitar 20–25 meter persegi per orang agar tetap sehat dan layak ditempati dalam jangka panjang.
Respons dari Pemerintah
Pemerintah menyatakan bahwa program rumah subsidi super kecil tersebut ditujukan untuk menjawab kebutuhan mendesak
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang hingga kini belum memiliki hunian. Skema ini diklaim sebagai solusi
sementara yang memungkinkan banyak orang mengakses tempat tinggal dengan cicilan rendah.
Namun, pemerintah juga membuka ruang diskusi dengan para pengembang untuk menyempurnakan kebijakan agar tidak mengorbankan kualitas hidup penghuni.
Pro dan Kontra di Kalangan Pengembang
Selain Lippo, sejumlah pengembang swasta juga mengaku belum tertarik terlibat dalam proyek ini. Mereka menilai bahwa risiko
sosial dan reputasi cukup tinggi jika rumah yang dibangun dianggap tidak manusiawi.
Di sisi lain, ada pula pengembang yang melihat peluang dari proyek ini, dengan alasan volume pasar yang besar
dan dukungan subsidi dari pemerintah bisa membuka pasar baru. Meski demikian, aspek kenyamanan dan tata ruang tetap menjadi perhatian serius.
Dampak bagi Sektor Properti
Keputusan Lippo dan pengembang besar lainnya untuk tidak terlibat dalam proyek rumah subsidi ukuran 14 m²
bisa memengaruhi dinamika sektor properti nasional. Hal ini dapat memperlambat realisasi target satu juta rumah
per tahun yang dicanangkan pemerintah. Namun, di sisi lain, langkah ini bisa mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi ulang terhadap kebijakan dan mencari solusi yang lebih komprehensif
termasuk penyediaan lahan dan insentif bagi pengembang.
Alternatif Model Hunian Terjangkau
Beberapa ahli tata kota dan arsitek menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus pada ukuran, tetapi juga pada desain yang efisien dan multifungsi.
Hunian mikro bisa dirancang dengan konsep mezzanine, furnitur lipat, atau penggunaan ruang vertikal secara maksimal.
Selain itu, skema sewa beli, rumah susun sederhana milik (rusunami), dan kerja sama lahan dengan BUMN bisa menjadi alternatif yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.
Baca juga:Terbuat dari Apa Material Baja Ringan? Ini Komposisinya
Kesimpulan
Langkah Lippo Group untuk tidak ikut serta dalam pembangunan rumah subsidi terkecil mencerminkan sikap tegas terhadap standar kelayakan hunian. Meskipun program ini dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan mendesak akan rumah murah, aspek kemanusiaan, kenyamanan, dan kesehatan tetap tidak boleh diabaikan. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat untuk menciptakan solusi perumahan yang layak, terjangkau, dan berkelanjutan bagi semua lapisan masyarakat.
Leave a Reply