Usul Bangun Ulang Gaza Butuh Rp442 T Taipan Properti Mesir Seorang pengusaha properti terkemuka asal Mesir, Hisham Talaat Moustafa, yang juga menjabat sebagai CEO dan Managing Director Talaat Moustafa Holding Group, mengajukan rencana ambisius untuk rekonstruksi Gaza dengan nilai mencapai 27 miliar dolar AS atau sekitar 442,1 triliun rupiah. Proposal pembangunan kembali Gaza ini direncanakan berlangsung selama tiga tahun.
Dalam sebuah wawancara di program Al-Hekkaya yang tayang di MBC Mesir, Moustafa mengemukakan visi besar untuk memanfaatkan sumber daya dari 40 hingga 50 perusahaan konstruksi guna membangun kembali wilayah Gaza. Rencananya, sebanyak 20 miliar dolar AS akan dialokasikan untuk membangun 200.000 unit rumah, yang diharapkan dapat menampung sekitar 1,3 juta penduduk. Selain itu, 4 miliar dolar AS akan diinvestasikan dalam pembangunan infrastruktur, sementara 3 miliar dolar AS akan digunakan untuk meningkatkan layanan pendidikan, kesehatan, dan komersial di kawasan tersebut.
Usul Bangun Ulang Gaza Butuh Rp442 T
Moustafa menyatakan bahwa pendanaan sebesar 27 miliar dolar AS dapat dicapai melalui kontribusi kolektif dari 40 hingga 50 negara. Masing-masing negara hanya perlu menyumbang sekitar 500 juta dolar AS selama tiga tahun. Menurutnya, pendekatan ini memungkinkan masyarakat internasional untuk mengatasi krisis di Jalur Gaza melalui solusi berbasis pembangunan dan rekonstruksi.
“Masyarakat internasional memiliki kemampuan untuk menyelesaikan krisis di Jalur Gaza melalui rekonstruksi dan pembangunan,” ujarnya, seperti dikutip dari Daily News Egypt pada Rabu (12/2/2025).
Alternatif Solusi untuk Konflik Gaza
Hisham Talaat Moustafa menilai bahwa pendekatan ini jauh lebih realistis dibandingkan dengan rencana kontroversial mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang pernah menyatakan keinginannya untuk menggusur penduduk Gaza. Moustafa menekankan bahwa konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung sejak 1948 berakar pada perjuangan rakyat Palestina untuk mempertahankan tanah mereka. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa penyelesaian konflik harus melalui pengakuan dan realisasi hak-hak Palestina.
Jika rencana pembangunan kembali Gaza benar-benar diimplementasikan, Mesir telah menyatakan kesiapan untuk membantu, mengingat negara tersebut memiliki pengalaman teknis yang luas di bidang konstruksi dan infrastruktur. Moustafa menjelaskan bahwa perencanaan awal untuk rekonstruksi Gaza sudah disiapkan oleh otoritas Mesir dan Palestina, sehingga memungkinkan pelaksanaan proyek ini dilakukan dengan cepat dan efisien.
Ia juga memberikan contoh konkret mengenai kapasitas Mesir dalam menjalankan proyek-proyek besar. Dalam beberapa tahun terakhir, Mesir telah berhasil membangun sekitar satu juta unit rumah di sepanjang jalur jalan sepanjang 8.000 hingga 9.000 kilometer. Berdasarkan pencapaian ini, Moustafa optimis bahwa pembangunan 200.000 unit rumah di Gaza dalam kurun waktu tiga tahun dapat direalisasikan.
Tantangan Jaminan Keamanan
Meskipun optimis, Moustafa mengakui bahwa salah satu tantangan terbesar dalam rencana rekonstruksi ini adalah kurangnya jaminan politik dan keamanan internasional. Untuk mengatasi hambatan ini, ia menyerukan dukungan dari komunitas internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) guna menciptakan lingkungan yang aman dan stabil bagi para pekerja konstruksi.
Moustafa menyoroti bahwa tanpa jaminan keamanan, banyak perusahaan enggan terlibat dalam proyek rekonstruksi. Karena itu, ia menyarankan pembentukan pasukan penjaga perdamaian, seperti yang dilakukan oleh Misi Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL), untuk melindungi kru proyek. Langkah ini dianggap penting untuk memberikan rasa aman kepada perusahaan-perusahaan yang akan terlibat dalam proyek rekonstruksi.
“Setiap perusahaan akan berpikir dua kali sebelum memasuki lingkungan yang tidak stabil. Risiko keamanan dapat menghalangi investor untuk berpartisipasi dalam operasi rekonstruksi,” katanya.
Reaksi terhadap Rencana Donald Trump
Sebelumnya, Donald Trump, mantan Presiden Amerika Serikat, pernah mengusulkan untuk mengambil alih Jalur Gaza dan menjadikannya proyek pengembangan real estat. Dalam wawancara dengan Bret Baier dari Fox News, Trump mengungkapkan idenya untuk menjadikan Gaza sebagai kawasan pembangunan properti dengan memindahkan penduduknya ke Mesir dan Yordania.
Namun, rencana tersebut mendapat penolakan keras dari Mesir, Yordania, dan negara-negara Arab lainnya. Banyak pihak menilai bahwa solusi semacam itu tidak menghormati hak-hak rakyat Palestina dan hanya akan memperburuk ketegangan di kawasan tersebut.
Dengan rencana yang diajukan oleh Hisham Talaat Moustafa, fokus utama dialihkan dari penggusuran menjadi pembangunan kembali. Pendekatan ini menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan dan menghormati hak-hak dasar masyarakat Palestina.
Leave a Reply